Lensabali.com, Buleleng – Mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buleleng Fahrur Rozi (FR) diduga sempat mengintimidasi sejumlah perbekel (kepala desa) di Buleleng, Bali, untuk melakukan pengadaan buku perpustakaan desa saat masih menjabat pada 2017.
Dalam pengadaan buku tersebut, masing-masing desa dipatok mengeluarkan anggaran dana APBDes minimal Rp 50 juta. Hingga sejumlah perbekel pun melakukan penolakan.
Bahkan salah satu perbekel di Buleleng yang menolak pengadaan buku itu diduga menjadi korban kesewenangan Fahrur Rozi selama menjabat di Buleleng. Perbekel itu ditahan selama 1 tahun penjara akibat korupsi dana APBDes pada 2015-2016 senilai Rp 149 juta.
Hal ini dibenarkan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gema Nusantara Antonius Sanjaya Kiabeni. Anton mengaku telah lama melaporkan Fahrur Rozi ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali atas banyak kasus, salah satunya soal dugaan pengadaan buku perpustakaan desa.
Hal itu karena banyak perbekel yang menolak pengadaan buku tersebut. “Bukan buku saja. Yang diangkat kan buku saja itu. Kami betul-betul diperiksa di situ sampai malam itu, ada dua perbekel (yang menolak) juga yang diperiksa,” ujar Anton Kiabeni, Jumat sore (4/8).
Menurutnya, banyak perbekel yang menolak akhirnya terpaksa menganggarkan pengadaan buku perpustakaan desa, karena diduga diancam akan dikasuskan oleh Fahrur Rozi.
Sehingga, hampir semua perbekel mengikuti keinginan Fahrur Rozi karena merasa takut. “Benar memang ada yang menolak baru ditersangkakan,” imbuhnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua LSM Jari Simpul Buleleng Wayan Purnamek. Pada 2017-2018, ia sempat bersuara agar memutasi Fahrur Rozy ke luar Buleleng. Karena pihaknya mendapat informasi ada paksaan terkait pengadaan buku kepada para perbekel oleh tersangka.
“Pada waktu itu, saya bersuara keras agar dia segera dimutasi. Karena mendapat informasi, dari sejumlah perbekel adanya paksaan terkait pengadaan buku itu,” ujarnya, Jumat.
Sementara itu, Perbekel Kalibukbuk Ketut Suka membenarkan pengadaan buku untuk perpustakaan desa di 2017. Meski tidak menyalahi aturan saat itu, banyak perbekel yang menolak karena pengadaan buku itu belum direncanakan sebelumnya oleh desa.
Apalagi, anggaran yang dipatok oleh Fahrur Rozi saat itu minimal Rp 50 juta untuk masing-masing desa. Di samping itu, masih ada kebutuhan lain yang lebih mendesak untuk dibiayai.
“Kami disampaikan oleh camat, untuk mengikuti aturan itu Undang-Undang yang membenarkan bahwa desa menganggarkan pengadaan perpustakaan, salah satunya dana desa bisa digunakan untuk itu,” kata Perbekel Kalibukbuk Ketut Suka, Kamis (4/8).
Suka menyebut akhirnya kepala desa sepakat menolak pengadaan buku. Sebab, pengadaan tersebut belum diawali oleh proses perencanaan.
“Kamia menganggap itu belum urgent untuk didanai dengan dana desa. Dan juga kami tidak bisa mematok besaran yang harus kami tentukan, karena masih ada hal-hal yang lebih mendesak,” imbuhnya.
Menurut Suka, desakan pengadaan buku tidak hanya dilakukan kepada para perbekel. Fahrur Rozi, kata Suka, diduga juga mendesak sekolah-sekolah menganggarkan dana untuk pengadaan buku.
“Ternyata ini juga tidak hanya di desa-desa, tetapi di sekolah-sekolah didesak juga. Nah, kebenarannya kami tidak tahu persis tetapi rumornya itu sudah sampai ranah sekolah-sekolah,” tukasnya.
Sebelumnya, Fahrur Rozi terseret kasus gratifikasi. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
“Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, telah menetapkan dan melakukan penahanan terhadap yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji dan/atau mewakilinya dari 2006 sampai dengan 2019 yang tidak sesuai dengan profil sebagai pegawai negeri sipil,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Selasa (1/8/).
Ketut mengungkapkan Fahrur Rozi menerima uang Rp 24,4 miliar dari Dirut CV Aneka Ilmu Suswanto yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka. CV Aneka Ilmu merupakan perusahaan percetakan dan penerbitan buku. Adapun pemberian uang tersebut dilakukan dengan modus pinjaman modal usaha. (PR/DTK)