Lensabali.com – Kasus Meningitis Streptococcus Suis (MSS) tengah merebak di Bali yang diduga penyebabnya daging babi. Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali mengeklaim harga daging babi jatuh Rp 7 ribu per kilogram.
“Harga babi kami jatuh Rp 7 ribu per kilogram dari awalnya harga Rp 40 ribu per kilogram, sekarang Rp 33 ribu. Jatuhnya harga ini sejak adanya kasus meningitis di Gianyar dan jatuhnya harga ini terjadi di seluruh Bali,” ungkap Ketua GUPBI Bali I Ketut Hari Suyasa (48).
Hari menyayangkan pernyataan hingga opini yang tersebar di masyarakat seakan-akan babi menjadi satu-satunya media penular dari MSS yang terjadi diGianyar beberapa waktu lalu.
“Saat pertama ada kejadian itu kami sudah mencoba meminta klarifikasi kepada rumah sakit yang memberikan pernyataan. Kami minta dibuktikan dan hasil lab atau medis kemudian tidak menyebutkan pasien yang terduga disebabkan oleh bakteri suktrukustus. Tetapi, yang terhukum kan kami di peternakan babi,” paparnya.
Ia menyebut Meningitis tidak serta merta ditularkan oleh babi. Menurutnya, Meningitis disebabkan oleh lima faktor yakni virus, bakteri, parasit, jamur, dan benturan. “Media penularnya tidak terbatas. Jangan kemudian sedikit-sedikit babi saja yang diklaim. Ini kan seakan-akan terbentuk opini di masyarakat bahwa Meningitis disebabkan karena memakan daging babi, ini kan kacau urusannya,” terangnya.
Hari menegaskan anggota GUPBI Bali juga menyayangkan kejadian tersebut. Para peternak merasa dirugikan namun tidak bisa melakukan apapun. “Kami ini kan orang pinggiran, orang kecil dan dominan bukan orang-orang hebat di politik,” imbuhnya.
Hari mengaku beberapa waktu lalu pihaknya sempat bertemu dengan pemerintah dan meminta upaya menanggulangi isu babi penyebab kasus MSS. Di sisi lain, Hari menyinggung Pemprov Bali bakal membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Penyakit Zoonosis dan Penyakit Infeksi Baru di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
“Kalau dinas membuat tim terkaitMSS dan mengaitkan ke babi ini not fair. Seharusnya pemerintah berpikir apapun daging yang dimakan jika tidak diolah dengan baik maka bisa menimbulkan meningitis. Jadi, janganbabinya tok yang dibegitukan,”paparnya.
Selama ini, kata Hari, babi di Bali bukan hanya untuk bagian pergerakan ekonomi, tapi juga menjadi bagian yang indah terhadap budaya. Ia pun mengkhawatirkan apabila isu MSS ini terus berkepanjangan maka bisa saja masyarakat di Bali akan berhenti mengkonsumsi olahan daging babi. “Begitu penting peran babi di Bali, satu pertanyaan saya kemana peran pemerintah sekarang ini, selain hanya menyalahkan babi saja,” ungkap Hari.
Ia pun kemudian berharap, agar pemerintah dapat segera menanggulangi isu tersebut sehingga mampu mendongkrak kembali harga daging babi di pasaran. Hari mendorong agar harga daging babi dapat kembali seperti semula di angka Rp 40 ribu per kilogram. Sehingga ketakutan atau tangisan peternak babi dapat ditanggulangi.
“Tetapi, jika pemerintah hanya sibuk mencari pembenaran terhadap argumen salah yang mereka sampaikan, jangan salahkan juga jika rakyat turun untuk meminta pertanggungjawaban,” tegasnya. Untuk diketahui, saat ini total ada 25 ribu anggota GUPBI Bali yang tercatat secara resmi. (PR)